Wuling Air EV di Thailand Lebih Murah dari Indonesia, Ini Sebabnya!

 

Wuling Air EV

  Thailand resmi mendapatkan jatah Wuling Air EV rakitan Cikarang. Sama seperti versi Indonesia, Wuling Air EV untuk pasar Thailand ditawarkan dengan dua varian, yakni standard range yang dapat menempuh jarak 200 Km dan Long range yang dapat menempuh jarak 300 Km.

  Walaupun memegang status CBU dari Indonesia, secara mengejutkan harga jual Wuling Air EV di Thailand jauh lebih murah dari Indonesia.

  Ya, di negeri gajah putih tersebut, Wuling Air EV ditawarkan mulai dari 350.000 Baht atau sekitar Rp 168,8 jutaan dan yang termahalnya hanya dibanderol dengan harga 485.000 Baht atau sekitar Rp 207,2 Jutaan. Harga tersebut sebenarnya merupakan harga potongan promo dari pihak Wuling yang dimana harga aslinya lebih mahal 10.000 Baht.

  Menariknya, Wuling Thailand menawarkan program extended warranty yang berupa penambahan masa garansi menjadi 3 tahun atau 100.000 Km untuk keseluruhan kendaraan dan 8 tahun atau 120.000 Km untuk masa garansi baterai. Untuk menambah masa garansi pada Wuling Air EV, pembeli hanya perlu menambah uang sebesar 20.000 Baht atau sekitar Rp 8,57 Jutaan saja.

  Lalu, mengapa harga Wuling Air EV di Thailand harganya bisa separuh harga di Indonesia?

  Dilansir dari beberapa sumber, pemerintah Thailand menerapkan kebijakan insentif subsidi pembelian mobil listrik sebesar 18.000 hingga 150.000 Baht atau sekitar Rp 7,69 Jutaan hingga Rp 64,3 Jutaan (1 Baht= Rp 428,67).

  Dalam praktiknya, pemerintah Thailand mengukur subsidi kendaraan listrik berdasarkan kapasitas baterinya. Semisal, subsidi 70.000 baht (Rp 30 Jutaan) akan diberikan pada mobil listrik penumpang dengan harga di bawah 2 juta baht (Rp 857,3 jutaan) dengan kapasitas baterai 10-30 kWh. Lalu subsidi dengan jumlah terbesar, 150.000 baht (Rp 64,3 jutaan) akan diberikan untuk mobil listrik dengan kapasitas baterai lebih dari 30 kWh. 

  Kebijakan tersebut berbeda dengan Indonesia yang dimana pemerintahnya hanya memberikan subsidi kepada mobil listrik rakitan lokal dengan TKDN minimal sebesar 40 persen. Subsidi kendaraan listrik di Indonesia tidak diukur berdasarkan kapasitas baterai, melainkan diukur berdasarkan harga jual mobil karena subsidi harga mobil listrik meliputi pengurangan pajak penambahan nilai (PPN).